6 Tanda - Tanda Lemahnya Iman Seseorang

Jauh dari Nuansa Iman
Jauhnya
seorang mukmin dari nuansa iman dalam durasi waktu yang cukup panjang dapat
menjadi sebab lemahnya iman. Allah berfirman,
أَلَمْ
يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا
نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ
فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ
فَاسِقُونَ
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat
Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah
mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi
keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS.
Al-Hadid: 16)
Nuansa iman
yang paling mudah didapat adalah dengan banyak bergaul dengan ikhwah
fillah, teman beriman yang senang menasehati dan menyemangati dalam
ketaatan. Ketika seorang mukmin jauh dari pergaulan dengan ikhwah
fillahbaik karena sedang safar dalam waktu yang lama, pindah rumah sehingga
pindah ke lingkungan yang jauh dari nuansa iman, dan semisalnya, maka
sedikit-demi sedikit nuansa iman dalam dirinya akan meredup.
Oleh sebab
itu, keberadaan ikhwah fillah di dekat seorang mukmin adalah
sebuah anugerah yang luar biasa. Al-Hasan al-Bashri mengatakan,
إخواننا أحب
إلينا من أهلينا وأولادنا، لأن أهلينا يذكرونا الدنيا وأخواننا يذكرونا الآخرة
“Ikhwah kami
lebih kami cintai dari keluarga kami. Sebab keluarga kami mengingatkan kami
kepada dunia, sedangkang ikhwah kami mengingatkan kami kepada akhirat.” (Qutul
Qulub, Abu Thalib al-Makki, 2/367)
Jauh dari Keteladanan yang Baik dan
Jauh dari Thalabul Ilmi
Seorang
mukmin yang belajar ilmu kepada seorang guru yang shalih akan terkumpul pada
dirinya ilmu yang bermanfaat, amal shalih, dan keimanan yang kuat. Maka tatkala
orang mukmin tersebut berpisah dari gurunya dalam waktu tertentu, itu dapat
menimbulkan kerasnya hati dan menjadi sebab lemahnya iman.
Seperti
itulah yang dirasakan para sahabat ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam wafat. Mereka kehilangan sosok panutan terbaik sepanjang zaman. Rasa
kehilangan itu membekaskan kelemahan hati dan penyusutan iman pada diri para
sahabat.
Demikian
pula, ketika seorang mukmin jauh dari aktivitas thalabul ilmi dan
interaksi dengan kitab-kitab turats, maka itu akan menjadikan iman
seorang mukmin melemah. Sebab, interaksi dengan ilmu syar’i akan membuahkan
keimanan pada diri seseorang.
Tenggelam dalam Kesibukan Duniawi
Kesibukan
duniawi telah banyak membuat lalai pribadi-pribadi insan beriman. Bahkan,
kesibukan duniawi telah berhasil memaksa hati untuk tunduk menjadi budak dunia.
Kesibukan terhadap dunia telah menjadi sebab lemahnya iman.
إِنَّ اللهَ
قَالَ: إِنَّا أَنْزَلْنَا الْمَالَ لِإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ،
وَلَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادٍ، لَأَحَبَّ أَنْ يَكُونَ إِلَيْهِ ثَانٍ، وَلَوْ
كَانَ لَهُ وَادِيَانِ، لَأَحَبَّ أَنْ يَكُونَ إِلَيْهِمَا ثَالِثٌ، وَلَا
يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ، ثُمَّ يَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ
تَابَ
“Allah
berfirman: ‘Sesungguhnya kami turunkan (keberadaan) harta untuk menegakkan
shalat dan membayar zakat. Seandainya anak keturunan Adam memiliki satu danau
harta niscaya dia ingin memilik dua, jika dia memiliki dua danau niscaya ingin
memiliki tiga danau. Dan tidaklah anak Adam akan puas kecuali setelah dipenuhi
tenggorokannya oleh tanah, lalu Allah mengampuni siapa saja yang bertaubat.” (Musnad
Imam Ahmad, 36/237 No. 21906)
Oleh sebab
itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada umatnya agar
tidak berlebihan dalam ambil bagian dalam urusan dunia sehingga menyibukkan
dirinya kemudian lalai dengan Rabb-Nya.
Rasulullah
bersabda,
إِنَّمَا
يَكْفِي أَحَدَكُمْ مَا كَانَ فِي الدُّنْيَا مِثْلُ زَادِ الرَّاكِبِ
Sibuk dengan Urusan Harta, Istri,
dan Anak
Sibuk dengan
urusan harta, istri, dan anak sangat berpotensi menjadi sebab lemahnya iman.
Allah
berfirman,
وَاعْلَمُوا
أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ
عَظِيمٌ
“Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal: 28)
Dalam ayat
lain, Allah ‘azza wajalla berfirman,
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.” (QS. Ali Imran: 14)
Ayat di atas
bermakna bahwa apabila cinta terhadap wanita (istri), anak, dan harta
didahulukan daripada ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, maka rasa cinta
tersebut akan mendatangkan cela bagi dirinya. Namun jika rasa cintanya kepada
hal-hal tersebut dibangun di atas aturan syar’i dan untuk ketaatan kepada
Allah, maka ini adalah perbuatan terpuji.
Panjang Angan-angan
Obsesi untuk
menguasai apa yang ada di dunia, angan-angan yang terlampau jauh melebihi
kemampuan yang dimiliki menjadi sala satu sebab lemahnya iman seorang Muslim.
Allah
berfirman,
ذَرْهُمْ
يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
“Biarkanlah
mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh
angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan
mereka).”
(QS. Al-Hijr: 3)
(QS. Al-Hijr: 3)
Ali bin Abi
Thalib berkata,
إِنَّ
أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ اثْنَتَانِ: اتِّبَاعُ الْهَوَى، وَطُولُ
الْأَمَلِ، فَأَمَّا اتِّبَاعُ الْهَوَى: فَيَصُدُّ عَنِ الْحَقِّ، وَأَمَّا طُولُ
الْأَمَلِ: فَيُنْسِي الْآخِرَةَ
“Sesungguhnya
hal yang paling aku takutkan yang terjadi pada diri kalian ada dua; mengikuti
hawa nafsu dan panjang angan-angan. Mengikuti hawa nafsu akan menghalangi dari
kebenaran, panjang angan-angan akan melalaikan diri dari akhirat.” (Qashrul
Amal, Ibnu Abi Dunya, 50)
Porsi Makan, Tidur, dan Perkataan
yang Berlebihan
Porsi makan
yang berlebihan itu ternyata dapat menumpulkan akal dan memberatkan badan dari
ketaatan. Sedangkan berlebihan dalam berbicara itu akan merapuhkan hati.
Berlebihan dalam bergaul akan menyibukkan diri dengan manusia sehingga waktu
untuk berkhalwat dengan Allah menjadi terkikis dan kesempatan muhasabah menjadi
berkurang. Sementara berlebihan dalam tertawa dapat mematikan hati.
Tindakan-tindakan berlebihan tersebut menjadi salah satu sebab lemahnya iman
seorang Muslim.
Rasulullah
bersabda,
لَا
تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
“Janganlah
kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.”
(HR. Ibnu Majah No. 4193; Shahih al-Jami’ No. 7435) wallahu a’lam.
Apabila ada pertanyaan, saran dan kritik silahkan klik disini. Semoga bermanfaat.(HR. Ibnu Majah No. 4193; Shahih al-Jami’ No. 7435) wallahu a’lam.
Belum ada Komentar untuk "6 Tanda - Tanda Lemahnya Iman Seseorang"
Posting Komentar