Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash Pada PLTU
DUNIA PEMBANGKIT LISTRIK - Fly ash dan bottom ash adalah terminology umum untuk abu terbang yang ringan dan abu relatif berat yang timbul dari suatu proses pembakaran suatu bahan yang lazimnya menghasilkan abu. Fly ash dan bottom ashdalam konteks ini adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara.
Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau grate system). Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted bed system atau yang dikenal dengan unggun pancar.
Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik yang paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai temperature bakar batubara (300oC) maka diumpankanlah batubara. Sistem ini menghasilkan abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut dengan fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di PLTU (Pembangkit Listruk Tenaga Uap). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (80-90%) berbanding (10-20%).
Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara berada di atas conveyoryang berjalan atau grate.
Sistem ini kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang sempurna
atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang
terbentuk terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori
sekitar 3000 kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar
untuk kerajinan besi (pandai besi). Teknologi Fixed bed system banyak digunakan pada industri tekstil sebagai pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (15-25%) berbanding (75-25%).
Persoalan di Sekitar Fly ash dan Bottom ash
Fly ash/bottom ash yang dihasilkan oleh fluidized bed system berukuran 100-200 mesh (1 mesh = 1 lubang/inch2).
Ukuran ini relative kecil dan ringan, sedangkan bottom ash berukuran
20-50 mesh. Secara umum ukuran fly ash/bottom ash dapat langsung
dimanfaatkan di pabrik semen sebagai substitusi batuan trass dengan memasukkannya pada cement mill menggunakan udara tekan (pneumatic system). Disamping dimanfaatkan di industri semen, fly/bottom ash dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran asphalt (ready mix), campuran beton (concerete) dan dicetak menjadi paving block/batako.
Dari suatu penelitian empiric untuk campuranbatako, komposisi yang baik adalah sbb :
· Kapur : 40%
· Fly ash : 10%
· Pasir : 40%
· Semen : 10%
Persoalan lingkungan muncul dari bottom ash yang menggunakan fixed bed atau grate system. Bentuknya berupa bongkahan-bongkahan besar. Seperti yang telah disinggung di atas bahwa bottom ash ini masih mengandung fixed carbon (catatan : fixed carbon dalam batubara dengan nilai kalori 6500-6800 kkal/kg sekitar 41-42%). Jika bottom ash ini langsung dibuang ke lingkungan maka lambat laun akan terbentuk gas Metana (CH4) yang sewaktu-waktu dapat terbakar atau meledak dengan sendirinya ( self burning dan self exploding). Di sisi yang lain, jika akan dimanfaatkan di pabrik semen maka akan merubah desain feeder, sehingga pabrik semen tidak tertarik untuk memanfaatkan bottom ash tsb.
Solusi Persoalan Fly ash dan Bottom ash
Dari situasi dan keadaan di atas maka dapat dikatakan bahwa solusi terhadap munculnyafly/bottom ash serta pemanfaatan yang dikaitkan dengan keamanan terhadap lingkungan adalah sbb :
Fly ash/bottom ash yang berasal dari sistem pembakaran fluidized bed dapat digunakan untuk :
a. Campuran semen tahan asam
b. Campuran asphalt (ready mix) dan beton
c. Campuran paving block/batako
Fly ash yang berasal dari fixed bed system dapat
langsung digunakan seperti point 1.a, 1b dan 1c. Sedangkan untuk bottom
ash yang masih dalam bentuk bongkahan maka harus mengalami perlakukan
pengecilan ukuran (size reduction treatment) sebelum dimanfaatkan lebih lanjut.
Konversi Abu Terbang Batubara Menjadi Zeolit
Zeolit
pada dasarnya merupakan padatan aluminium-silikat yang memiliki
struktur yang berpori. Zeolit alam biasanya terbentuk dari batu dan abu
gunung berapi yang beraksi dengan logam alkali tanah pada air tanah.
Zeolit murni hampir tidak dapat ditemukan di alam. Biasanya terdapat
pengotor seperti logam natrium dan kalsium. Abu terbang batubara
memiliki potensi dikonversi menjadi zeolit jika memiliki kandungan
alumina-silika yang cukup tinggi dan kandungan karbon yang rendah. Zeolit memiliki beberapa aplikasi industrial yaitu[6]:
· Pertukaran ion : Penukar ion Na+/K+/Ca2+
· Adsorpsi pengotor gas : Adsorpsi selektif berdasarkan molekul gas spesifik
· Adsorpsi pengotor air : Adsorpsi reversibel air tanpa ada perubahan sifat fisik dan kimia dari zeolit itu sendiri
Jenis
zeolit yang dihasilkan dari abu terbang bergantung pada komposisi awal
dan metode konversinya. Metode yang umum digunakan adalah hydrothermal
alkali treatment yaitu memanaskan campuran abu terbang dengan larutan
alkali (KOH, NaOH, dsb.) dalam variasi waktu reaksi, suhu, dan tekanan
tertentu.
Tantangan Masa Depan
Abu
terbang pada masa kini dipandang sebagai limbah pembakaran batubara.
Penanganan abu terbang masih terbatas pada penimbunan di lahan kosong.
Hal ini berpotensi bahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar
seperti, logam-logam dalam abu terbang terekstrak dan terbawa ke
perairan, abu terbang tertiup angin sehingga mengganggu pernafasan.
Sudut pandang terhadap abu terbang harus dirubah, abu terbang adalah
bahan baku potensial yang dapat digunakan sebagai adsorben murah.
Beberapa investigasi menyimpulkan bahwa abu terbang memiliki kapasitas
adsorpsi yang baik untuk menyerap gas organik, ion logam berat, gas
polutan. Modifikasi sifat fisik dan kimia perlu dilakukan untuk
meningkatkan kapasitas adsorpsi.
Berdasarkan
paparan diatas sudah terbukti bahwa abu terbang batubara memiliki
potensi yang besar sebagai adsorben yang ramah lingkungan. Abu terbang
batubara dapat menjadi alternatif pengganti karbon aktif dan zeolit.
Tetapi, kapasitas adsorpsi abu terbang sangat bergantung pada asal dan
perlakuan pasca pembakaran batubara. Sampai sekarang, pemanfaatan abu
terbang masih dilakukan dalam skala kecil karena umumnya kapasitas
adsorpsinya masih rendah. Modifikasi
sifat fisik dan kimia dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi abu
terbang. Peningkatan kapasitas adsorpsi dapat membuat adsorben dari abu
terbang batubara kompetitif bila dibandingkan dengan karbon aktif dan
zeolit.
Konversi
abu terbang menjadi zeolit adalah salah satu alternatif yang sangat
potensial meningkatkan nilai ekonomis abu terbang. Karbon sisa
pembakaran dalam abu terbang memiliki kualitas setara karbon aktif
sehingga investigasi mengenai pemisahan karbon sisa berpotensi
meningkatkan nilai ekonomis dari abu terbang. Zeolit memiliki kegunaan
yang banyak seperti adsorben, resin penukar ion, molecular sieves, dll.
Zeolit memilki kapasitas adsorpsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan abu terbang sehingga konversi abu terbang menjadi zeolit menjadi
alternatif yang menjanjikan dimasa depan (Queroll, 2006). Penelitian di masa depan diharapkan dapat membuat konversi abu terbang menjadi zeolit komersil pada skala industri.
Fly-ash
atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu bara, yang
dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, yang
telah digunakan sebagai bahan campuran pada beton. Fly-ash
atau abu terbang di kenal di Inggris sebagai serbuk abu pembakaran. Abu
terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen.
Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida
silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan
kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan
menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat.
Menurut
ACI Committee 226 dijelaskan bahwa, fly-ash mempunyai butiran yang
cukup halus, yaitu lolos ayakan N0. 325 (45 mili mikron) 5-27%, dengan
spesific gravity antara 2,15-2,8 dan berwarna abu-abu kehitaman. Sifat
proses pozzolanic dari fly-ash mirip dengan bahan pozzolan lainnya.
Menurut ASTM C.618 (ASTM, 1995:304) abu terbang (fly-ash) didefinisikan
sebagai butiran halus residu pembakaran batubara atau bubuk batubara.
Fly-ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal yang
dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau batubara bitomius dan
abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batubara jenis lignite atau
subbitumes. Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung zat kimia SiO2
sampai dengan dengan 70%.
Tingkat
pemanfaatan abu terbang dalam produksi semen saat ini masih tergolong
amat rendah. Cina memanfaatkan sekitar 15 persen, India kurang dari lima
persen, untuk memanfaatkan abu terbang dalam pembuatan beton. Abu
terbang ini sendiri, kalau tidak dimanfaatkan juga bisa menjadi ancaman
bagi lingkungan. Karenanya dapat dikatakan, pemanfaatan abu terbang akan
mendatangkan efek ganda pada tindak penyelamatan lingkungan, yaitu
penggunaan abu terbang akan memangkas dampak negatif kalau bahan sisa
ini dibuang begitu saja dan sekaligus mengurangi penggunaan semen
Portland dalam pembuatan beton.
Sebagian
besar abu terbang yang digunakan dalam beton adalah abu kalsium rendah
(kelas ”F” ASTM) yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau batu
bara bituminous. Abu terbang ini memiliki sedikit atau tida ada sifat
semen tetapi dalam bentuk yang halus dan kehadiran kelambaban, akan
bereaksi secara kimiawi dengan kalsium hidrosida pada suhu biasa untuk
membentuk bahan yang memiliki sifat-sifat penyemenan. Abu terbang
kalsium tinggi (kelas ASTM) dihasilkan dari pembakaran lignit atau
bagian batu bara bituminous, yang memiliki sifat-sifat penyemenan di
samping sifat-sifat pozolan.
Hasil
pengujian yang dilakukan oleh Poon dan kawan-kawan, memperlihatakan dua
pengaruh abu terbang di dalam beton, yaitu sebagai agregat halus dan
sebagai pozzolan. Selain itu abu terbang di dalam beton menyumbang
kekuatan yang lebih baik dibanding pada pasta abu terbang dalam
komposisi yang sama. Ini diperkirakan lekatan antara permukaan pasta dan
agregat di dalam beton. More dan kawan-kawan, Mendapatkan workabilitas
meningkat ketika sebagian semen diganti oleh abu terbang.
Beton
yang mengandung 10 persen abu terbang memperlihatkan kekuatan awal
lebih tinggi yang diikuti perkembangan yang signifikan kekuatan
selanjutnya. Kekuatan meningkat 20 persen dibanding beton tanpa abu
terbang. Penambahan abu terbang menghasilakan peningkatan kekuatan tarik
langsung dan modulus elastis. Kontribusi abu terbang terhadap kekuatan
di dapati sangat tergantung kepada faktor air-semen, jenis semen dan
kualitas abu terbang itu sendiri.
Dalam
suatu kajian, abu terbang termasuk ke dalam kategori kelas F dengan
kandungan CaO2 rendah sebesar 1,37 persen lebih kecil daripada 10 persen
yang menjadi persyaratan minimum kelas C. Namun demikian kandungan SiO2
sukup tinggi yaitu 57,30 persen. Abu terbang ini, selain memenuhi
kriteria sebagai bahan yang memiliki sifat pozzolan, abu terbang juga
memiliki sifat-sifat fisik yang baik, yaitu jari-jari pori rata-rata
0,16 mili mikron, ukuran median 14,83 mili-mikron, dan luas permukaan
spesifik 78,8 m2/gram. Sifat-sifat tersebut dihasilkan dengan
menggunakan uji Porosimeter.
Hasil-hasil
pengujian menunjukkan bahwa abu terbang memiliki porositas rendah dan
pertikelnya halus. Bentuk partikel abu terbang adalah bulat dengan
permukaan halus, dimana hal ini sangat baik untuk workabilitas, karena
akan mengurangi permintaan air atau superplastiscizer.
Belum ada Komentar untuk " Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash Pada PLTU"
Posting Komentar